Kurang lebih selama 1 bulan ini, bulan Mei 2015, saya akhirnya mencoba membawa kendaraan pribadi saya dari rumah saya di Bekasi. Kendaraan pribadi saya adalah motor Honda Revo 110cc yang sudah saya kendarai sejak awal kuliah saya di tahun 2009. Motor pertama saya yang penuh kenangan hingga membawa saya ‘setidaknya’ menjadi orang yang ‘tahu jalan’ khususnya daerah Bekasi dan Jakarta. Ada suka dan duka menggunakan kendaraan pribadi saya tersebut khususnya selama saya tinggal nge-kost di Jakarta. Saya akan berbagi 4 pengalaman saya lewat blog post kali ini.
Pertama, saya punya kesempatan untuk eksplorasi jalanan-jalanan di Jakarta yang belum saya ketahui, suatu hal yang sulit saya lakukan jika menggunakan transportasi umum. Namun tidak enaknya, saya harus belajar hampir setiap harinya menikmati kemacetan Jakarta di saat-saat eksplorasi tersebut. Enjoy Jakarta! 🙂
Kedua, saya bisa berangkat lebih cepat ke tempat kursus saya, di SEP Mudika Shekinah, di mana sebelumnya saya berangkat naik bus Transjakarta, yang hampir selalu padat di jam pulang kerja dan sering terlambat (halte Tosari koridor I menuju halte central Harmoni). Lalu pagi harinya, jika saya bangun lebih awal, saya bisa menyempatkan diri ikut misa harian di Gereja Theresia Menteng (padahal jalan kaki juga bisa ^^). Dukanya, biaya transportasi menjadi sedikit lebih mahal, dan selalu ada rasa was-was saat parkir kendaraan pribadi di tempat-tempat baru, bahkan di kost saya sendiri.
Ketiga, saya punya kesempatan untuk berbuat amal (baca: boncengin cewek), mengantar teman SEP Mudika saya yang mungkin membutuhkan tebengan untuk kembali ke rumahnya setelah pulang kursus. Saya jadi punya sesi dan waktu untuk mengobrol intensif berdua, sharing pengalaman dan kejadian sehari-hari kita, sambil mengendarai sepeda motor (be safe guys!). Dukanya, karena harus mengantar pulang, terkadang saya sendiri harus tiba di kost lebih lama dari biasanya, plus ban motor sering jadi tumbal (baca: bocor) karena jalanan baru yg mungkin ada ranjau daratnya.
Keempat, saya bisa melakukan survei ke tempat-tempat yang direncanakan untuk dikunjungi, seperti Panti Asuhan Keluarga Kasih (Yayasan Prima Unggul) di Pulomas, Panti Lansia St. Anna di Teluk Gong, Pusat Olahraga Pola Bugar di Kedoya, dan lainnya. Saya belajar dengan bertemu teman-teman baru dari Panti Asuhan, belajar berbagi kasih dengan mereka. Dukanya, waktu weekend saya tidak punya ‘me time’ dan waktu untuk kembali ke Bekasi, saya harus tetap tinggal di Jakarta karena adanya aktivitas weekend di sini. Namun, saya tetap mensyukuri hal tersebut, semangat masa muda! 🙂
Sedikit tambahan, selama bulan Mei ini, saya juga 2 kali mengalami kehilangan tas kecil saya (berisi dompet dan handphone kedua saya) saat parkir motor, satu di Gereja Theresia, satu di tempat makan. Namun puji Tuhan, 2 kali juga Tuhan menyelematkan tas saya yang hilang tersebut dengan cara yang tidak kita duga.
Demikianlah 4 pengalaman, suka dan duka saya menikmati kota Jakarta dengan kendaraan pribadi selama bulan Mei 2015 ini. Semoga bisa menjadi inspirasi teman-teman pembaca (khususnya yg nge-kost), untuk membawa kendaraan pribadi di ibu kota Indonesia tercinta, DKI Jakarta.
Mulai awal Juni 2015 ini, saya akan kembali menggunakan transportasi umum di Jakarta, karena motor saya harus dipakai bokap (baca: gantian pakai).
Jika ada niat dan kesempatan, saya akan bagikan juga blog post serupa versi transportasi umum. ^^
Salam orang muda Indonesia! 🙂